Takkala
kisah ini bermula, Kilip Taman Tauq Umaaq Doyai Lekatn Panei sedang turun ke bumi,
singgah di Tanyukng Lahukng Jawaaq Solai, Uwetn Tonekng Ngokoi Owoy,MempeetnPaliq Kutaq Kediq berjumpa Amaaq Aji Tetua
Adat di situ, dan menyaksikan kehidupan manusia dalam keadaan kelaparan, sebab
persediaan padi sudah mulai habis.Kilip iba hati. Ia berjanji mencari bantuan,
walau sebenarnyaia tidak tahu bagaimana caranya membantu manusia yang
kelaparan. Lalu Kilip berjalan menuju danauRiokng Olo mencari ilham seraya
memancing ikan. Tiba-tibaia mendengar suara gemerisik di pohonBeringin,
“Anakku, jangan kalian ribut,tak tahukah kalian, manusia akan mati kelaparan!”, begitulah suara yang didengar
Kilip.Ternyata pohon Beringin itu dihuni Kuyakng(mahluk halus perempuan), beserta anak-anaknya. Seketika itu Kilip
bangkit dan mencabut bulu meweer olo sejenismandau, lalu diancamnya Kuyakng, “Kalau kau
tak mau menerangkan bagaimana agar mereka tidak mati kelaparan, akan kutebang
pohon ini!”. Maka ketakutanlah Kuyakng.Lalu Kuyakng
memberi petunjuk agar Kilip menemui Tamparo Nondo Embo Lalukng Anikng
Singkor Olo, dan Kilip diharuskan membawa antang serta tujuh bambu tanpa ruas
yang ditaruh di Kererekng UsakngTempelaaqNahaaq (kotak tempat
menyimpan tulang belulang manusia, yang berukir dan bertiang). Seketika itu pula Kilip menemui Tamparo
Nondo Embo untuk mengantar sesaji.Sejurus kemudian,ia mendengar suara gaib,
“aku tahu maksudmu, menolong manusia agar memperoleh padi. Datang saja ke Beritutn
Tautn di Bawo Langit, disana tinggal Luikng Ayakng
anak Beritutn Tautn,
Uruslah segala sesuatu dengan mereka!”.
Tanpa
pikir panjang, Kilip pergi ke Bawo Langit. Setelah kedua mahluk gaib itu
berunding terjadilah kata sepakat, Beritutn Tautn akan membagikan padi miliknya kepada
manusia dengan syarat, menukar padi dengan barang-barang seperti antang, gong,
piring, tempayan, dll. Bila manusia memberikan sebuah gong, maka padi yang
diperoleh sebanyak isi gong. Bila memberikan tempayan, sebanyak isi tempayan
itu pula padi yang akan diterima.Maka tukar menukar dilakukan dan dalam sekejap Beritutn
Tautnmenjadi kaya raya, sehingga manusia
memberinya gelar Sookng Tatau atau Lelaki tua kaya raya. Hingga suatu saat,
Amaaq Aji serta warga Tanyukng Lahukng Jawaaq Solai, Uwetn Tonekng Ngokoi Owoy,MempeetnPaliq Kutaq Kediq kehabisan barang-barang dan
harta benda. Maka munculah persoalan, bagaimana
mendapatkan padi selanjutnya.
Mengetahui
kesulitan yang dialami manusia, Kilip kembali turun ke bumi menolong manusia
dari bahaya kelaparan. Seperti semula, Kilip pergi kedanauRiokng Olo.
Kejadian yang dulu kembali terulang. Setelah diancam, Kuyakng memberi petunjuk,
hanya Kilip yang dapat menolong manusia dari bahaya kelaparan. Maka Kilip
disuruh pergi ke Kererekng Usakng Tempelaaq Nahaaq lagi.Sesampai ditempat yang dituju, Kilip
mendengar suara gaib, “Jalan satu-satunya mengatasi kelaparan yang menimpa
manusia adalah segera menebas, menebang, membakar dan membersihkan tanah di
Lingau!”. Lingau adalah
merupakan penyebutan suatu tempat, dimana tanahnya subur. Lalu suara gaib itu menyuruh Kilip mengundang
algojo kejam bernama Sookng Peteh Tamen Jueh, Tokah Tamen Tohokng, turun ke
bumi. Dewa algojo itu diharuskan menunggui tanah ladang yang sudah selesai
dikerjakan, dan selama menunggu ia bersembunyi di bawah daun samber.Kemudian Kilip
disuruh membawa Luikng Ayakng turun ke bumi. Nanti, sesampai Luikng Ayakng di
Lingau, Peteh Tamen Jueh membunuhnya dan darah Luikng Ayakng akan berubah
menjadi padi. Seusai mendapat petunjuk dari suara gaib, Kilip pergi ke Tanyukng
Lahukng Jawaaq Solai, Uwetn Tonekng Ngokoi Owoy, MempeetnPaliq Kutaq Kediq, disuruhnya manusia
membersihkan tanah di Lingau. Sesudah itu Kilip pergi ke Bawo Langit. Di langit
simpang Delapan ditemuinya Peteh Tamen Jueh, Tokah Tamen Tohokng, disuruhnyaia turun ke Lingau.
Lalu
Kilip menemui Beritutn Tautndan
memberi kabar bahwa manusia di Lingau akan mengadakan upacara penghormatan
untuk Luikng Ayakng. Maka Kilip minta izin agar diperbolehkan membawa Luikng Ayakng turun ke bumi. Beritutn
Tautndan Diakng Serunai istrinya, tidak keberatan,
demikian juga Luikng Ayakng. Takkala Luikng Ayakng bersiap turun ke bumi, ia
terkejut mendengar ayah dan ibunya bersin beberapa kali. Penuh rasa cemas
terhadap firasat itu, Luikng Ayakng ragu turun ke bumi. Lalu Kilip membujuk
untuk segera berangkat. Sesampai mereka di luar pintu, bersin pula beberapa
ekor anjing dan kucing. Maka bertambah yakinlah Luikng Ayakng bahwa dirinya
akan ditimpa bahaya, terlebih sesampai mereka diluar, tiba-tiba hujan turun.
Namun karena Kilip menjamin keselamatannya, berangkat jualah Luikng Ayakng
turun ke bumi.Mereka turun ke bumi mengendarai Langkar Bulau (semacam
perahu besar). Tak berapa lama mereka tiba di Lingau.
Gegap gempita manusia menyambut kedatangan Luikng Ayakng penuh hormat. Lalu atas
anjuran Kilip, Luikng Ayakng dipersilakan beristirahat di pondok, yang
tersedia di tengah ladang. Namun saatia duduk melepaskan lelah, bangkitlah
Peteh Tamen Jueh, Tokah Tamen Tohokng dari persembunyiannya dan menghentakkan
mandau ke tubuh Luikng Ayakng.Seketika itu Luikng Ayakng menjerit seraya
berkata, “Camkanlah wahai manusia, sebelum berangkat telah kujumpai firasat
yang menyatakan aku akan mendapat marabahaya. Inilah pelajaran bagimu, agar
kamu selalu memperhatikan semua firasat alam!”.Darah Luikng Ayakng berhamburan membasahi tanah ladang,
aneka macam warnanya. Sejurus kemudian hujan turun amat lebat, petir bertalu
menikam bumi, angin gemuruh mendera semesta, lalu gelap gulita meliputi
semesta.
Sepemakan
sirih lamanya hujan pun reda. Bumi terang seperti sediakala, dan di hamparan
tanah ladang bertebaran segala jenis padi putih, merah dan hitam, pun jua pulut
putih, merah dan hitam yang merupakan perwujudan darah Luikng Ayakng yang
berwarna-warni.
Kilip
segera memerintahkanAmaaq Aji mengumpulkan warga. Namun diluar
dugaan, beberapa anak Amaaq Aji tidak nampak hadir. Lama dicari tak jua ketemu.
Akhirnya setelah penat mencari, dari dalam hutan terdengar suara menyayat hati
yang ternyata suara anak-anak Amaaq Aji.“Kami kelaparan, lalu masuk hutan
mencari makanan. Tapi kami tak dapat kembali, sebab kami telah berubah menjadi
pohon. Namun ketahuilah, pohon yang berasal dari diri kami, semua akan berguna
bagi kamu sekalian”. Amaaq Aji tertegun iba hati. Sesaat senyap, lalu terdengar
lagi suara, “Selanjutnya dan untuk seterusnya, bilamana malapetaka mengancam
manusia, kumpulkan kami dan buatlah Sepatukng (patung berbentuk manusia),kami akan menjadi silih pengganti kalian
menghadapi malapetaka itu!”.Pohon jelmaan anak-anak Amaaq Aji, dikenal
dengan sebutan Lelutukng, Deraya, Teluyatn, Puutn Jeloq, yang dalam setiap
ritual Tolak Bala digunakan sebagai bahan pembuat patung manusia.
Kemudian dalam rasa iba yang mendalam, terdengar suara
gaib, “Sampai disinilah bantuanku. Saat ini adalah titik akhir aku memiliki
padi. Maka menjadi kewajiban kekal bagimu untuk mendapatkan padi. Tetapi bila
engkau senantiasa ingin mendapatkan yang berlimpah, hormatilah aku ketika kamu
membuat ladang. Kini aku kembali ke Bawo Langit. Aku adalah Luikng Ayakng,
tetapi aku yang bersama kalian adalah padi. Camkanlah hanya dengan perantaraan
padi, manusia dapat berhubungan dengan negeri langit, karena padi adalah aku,
Luikng Ayakng”
No comments:
Post a Comment